bismillahirrahmanirrahim,
Salah satu kegiatan wajib di Ujung Genteng adalah berkunjung ke Konservasi Penyu. Lokasinya ada di Pantai Pangumbahan, sekitar 3,5 km dari Turtle Beach Hotel, tempat aku menginap. Jalannya gak terlalu mulus, meski jauh lebih baik bila dibanding kunjunganku di tahun 2013 lalu. Kali ini aku bisa bawa kendaraan sendiri masuk ke parkiran Konservasi Penyu, kalau dulu harus naik ojek.
Sama seperti kunjunganku terakhir kali ke Ujung Genteng, main-main ke Konservasi Penyu jadi kegiatan pertama yang dilakukan usai beristirahat sejenak akibat perjalanan super panjang dari Jakarta. Rencana awal aku berangkat ke Pantai Pangumbahan sekitar jam 4 sore, tapi dapat tips dari mamang warung di sebelah hotel, kalau sekarang lagi ramai, lebih baik datang lebih cepat. Akhirnya aku putuskan usai shalat ashar langsung cap cuss.
Gak perlu waktu lama untuk tiba di Konservasi Penyu. Ya iyalah, gak sampai 3,5 km gitu lho, jalan jelek juga cepat sampainya. Tiket masuk dibayar ketika kendaraan memasuki area parkir, Rp 10.000 per orangnya. Mahal? Enggak juga menurut aku, mengingat ini adalah lokasi konservasi penyu ya.
Benar saja, meski belum ada jam 4 sore, tapi area parkir sudah cukup ramai. Beruntung si putih masih mendapatkan tempat parkir. Alhamdulillah.
Jadi mau ngapain ke Konservasi Penyu sampai harus jadi kegiatan pertama kali di Ujung Genteng?
Melepas Tukik di Pantai Pangumbahan Ujung Genteng
Pantai Ujung Genteng merupakan tempat penyu bertelur. Katanya sih ada beberapa jenis penyu yang pernah terlihat di pantai ini, seperti penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu pipih (Ntartor detresa), dan penyu tempayan (Caretta caretta). Namun kini hanya penyu hijau yang masih bertelur di sini.
Penyu memang sudah masuk kategori hewan langka yang terancam punah. Makanya, untuk menjaga dari kepunahan, biasanya para petugas berjaga di penangkaran jam tujuh malam hingga jam empat pagi menanti penyu yang bertelur.
Di awal tahun 2000an ketika kali pertama aku berkunjung ke Ujung Genteng, aku pernah melihat penyu bertelur. Saat hendak bertelur, penyu akan pergi ke pantai, menggali lubang, bertelur, dan lubang ditutup kembali. Lalu, sang induk akan pulang kembali ke laut melalui rute berbeda dari kedatangan.
Demi menjaga kelestarian penyu, tukik atau anak penyu yang baru saja menetas akan dikarantina selama satu hari di penangkaran. Tujuannya untuk menghindari predator agar menemukan telur penyu ini. Nah ini nih yang bikin berkunjung ke Konservasi Penyu jadi salah satu tujuan wajib kalau berlibur ke Ujung Genteng: Melepas Tukik!
Setiap harinya ratusan tukik dilepas di pantai Pangumbahan, dan proses pelepasan dilakukan setiap pukul 17 lewat 30 menit. Hal ini bertujuan agar suhu tidak terlalu panas. Jadi ngerti kan kenapa tadinya aku berencana untuk ke sini jam 4 sore, iya selain untuk menikmati matahari terbenam, juga sekalian untuk melepas anak-anak penyu ke laut.
Salam Perpisahan Pada Tukik di Kala Senja
Eaaaa…. Sub judulnya agak-agak romantis sekali Travel Galau nih. Padahal mah aslinya petakilan di pantai.
Sebelum ke area pantai aku menyempatkan diri untuk melihat penyu-penyu yang ada di penangkaran ini. Meski ini adalah kunjungan kali kedua aku ke Konservasi Penyu, tapi aku baru tahu dong kalau ternyata ada penyu-penyu yang dirawat di sini dan bisa kita kasih makan.
Gak bisa lama-lama ngasih makan penyu, karena tempatnya gak terlalu luas, dan saat itu masih kondisi pandemi, sebaiknya jaga jarak. Apalagi ternyata sore itu ramai sekali pengunjung. Jadi langsung aja kuberlari ke pantai.
Pantai Pangumbahan merupakan salah satu pantai favorit aku (lagak aku kaya paling tahu banyak pantai ya). Garis pantainya luas dan panjang, tekstur pasirnya halus dan lembut. Cocok banget untuk romantisasi adegan lari-lari kecil di pinggir pantai, sampai dapat komentar dari ponakan yang nonton IG Story aku “Euleuh euleeeeh ibu, liat itu mamautet lari-lari di pantai.”
Sementara aku sibuk mengabadikan momen main di pantai bersama suami, mama papa asik menikmati suasana pantai di atas alas piknik yang kami gelar.
Jelang setengah enam, pengumuman persiapan pelepasan tukik diumumkan. Orang-orang langsung berbaris memanjang. Aku baru sadar kalau ternyata sore itu Pantai Pangumbahan sangat-sangat ramai. Rasanya ini pertama kali aku berada di keramaian selama masa pandemi. Jujur, ngeri-ngeri sedap juga sih.
Sebelum ratusan tukik dilepas ke laut, para pengunjung diberi arahan terlebih dahulu agar berhati-hati jangan mengejar tukik yang menuju laut, khawatir ketika tersapu ombak keinjak oleh kita.
Tepat setengah enam sore, tukik-tukik itu dituang di hamparan pasir depan para pengunjung. Biasanya kalau gak terlalu banyak pengunjungnya, diperbolehkan memegang dan melepasnya, tapi mungkin karena ramai dan jumlah tukik gak cukup untuk satu orang satu, jadi langsung dituang aja.
Satu persatu anak-anak penyu itu menuju ke lautan lepas. Ada yang juga yang harus salah arah dulu, ada yang gagal kebawa ombak berkali-kali, ada juga yang langsung berhasil. Sama seperti perjuangan kita meraih mimpi ya. Adios para tukik. Semoga kalian selamat sampai besar nanti.
Usai melepas tukik saatnya menikmati sunset. Alhamdulillah, hidup ini terasa nikmat kalau lagi seperti ini tuh ya. Gak mau pulang. Saking merasa belum puasnya, besoknya aku kembali melepas tukik dong. Untungnya gak seramai hari pertama ini.
x.o.x.o
Dian Ravi. Muslimah travel blogger Indonesia. Jakarta. Part time blogger, full time day dreamer. Pink addict, but also love toska. See, even I cannot decide what’s my favorite color is.Mau bikin bahagia, cukup ajak jalan dan foto-foto.
seru kalau bisa ikut serta melepas tukik tukik ke laut lepas
kayaknya aku terakhir join sama si tukik tukik ini waktu ke Gili Trawangan
Padahal dari dulu pengennya yang di daerah Pantai Sukamade Banyuwangi, tapi belum kesampaian hahaha