Jalan-Jalan, Jawa Barat

Sejenak di Gunung Papandayan, Selamanya Menemukan Kekuatan dalam Diri

Gunung Papandayan

Gak kerasa ya, sebentar lagi tahun 2024 akan berakhir. Rasanya waktu berlalu begitu cepat, dan ketika aku menoleh ke belakang, banyak sekali kenangan yang terukir sepanjang tahun ini. Salah satunya adalah perjalanan road trip keliling Pulau Jawa yang aku lakukan bersama suami. Empat bulan penuh kami menjelajahi berbagai kota, desa, hingga tempat-tempat wisata yang sudah lama ingin kami kunjungi. Banyak hal baru yang kami pelajari, baik dari tempat-tempat yang kami singgahi maupun dari diri kami sendiri.

Namun, ada satu pengalaman yang sampai sekarang masih membekas di hati dan pikiran. Pengalaman yang membuatku merasa sangat hidup, sekaligus menunjukkan betapa kuatnya diriku—meski kadang rasa lelah dan putus asa datang. Pengalaman itu adalah saat aku pertama kali mencoba untuk mendaki Gunung Papandayan.

Hiking di Gunung Papandayan: Perjalanan yang Penuh Tantangan

Awalnya, saat suami mengusulkan untuk mendaki Gunung Papandayan, aku sempat ragu. Kenapa? Karena aku bukan tipe orang yang suka olahraga ekstrem atau mendaki gunung. Aku lebih suka berada di tempat yang nyaman, menikmati keindahan alam dari kejauhan tanpa harus merasakannya secara langsung. Tapi suami bilang, “Papandayan itu katanya gunung yang cocok buat pemula, lho. Kamu pasti bisa.” Entah kenapa, aku merasa yakin dengan kata-kata suami. Ditambah lagi, mendaki gunung adalah salah satu impian suami, jadi aku merasa harus memberanikan diri untuk mencobanya.

Gunung Papandayan terletak di Garut, Jawa Barat, dan terkenal dengan pemandangannya yang luar biasa, terutama di kawasan Hutan Mati yang menjadi daya tarik utama bagi para pendaki. Kami memulai perjalanan sekitar pukul 9 pagi, berangkat dari Pantai Sayang Heulang, Garut Selatan. Berdasarkan peta, jarak antara pantai dan Gunung Papandayan sekitar 59 kilometer, yang seharusnya memakan waktu sekitar dua jam perjalanan.

Terkadang, perjalanan terasa lebih lama dari perkiraan, tapi untungnya jalanan menuju gunung cukup lancar. Terus terang, kami tidak melakukan persiapan khusus untuk hiking kali ini selain memastikan pakaian dan alas kaki kami nyaman. Kami lebih mengandalkan semangat petualangan dan keyakinan bahwa Gunung Papandayan, yang dikenal cocok untuk pemula, bisa menjadi tempat yang menyenangkan untuk memulai pengalaman mendaki.

Setibanya di kaki gunung, aku mulai merasa cemas. Trek pertama yang kami lalui ternyata sudah cukup menantang. Meskipun jalur pendakian ini dikatakan cocok untuk pemula, aku merasa seolah-olah ada yang salah dengan tubuhku. Napasku cepat tersengal, otot-ototku mulai kaku, dan kaki terasa berat. Aku memaksakan diri untuk terus melangkah, meski setiap langkah terasa semakin sulit.

Titik Paling Rawan: Keinginan untuk Menyerah

Semakin tinggi kami mendaki, semakin terasa berat. Di beberapa titik, aku bahkan harus berhenti dan mengatur napas. Begitu seringnya aku berhenti untuk beristirahat, sampai-sampai aku mulai meragukan kemampuanku sendiri. Ketika berada di jalur yang curam, aku sempat berkata pada suami, “Mungkin aku berhenti saja di sini, kamu lanjut saja tanpa aku.” Rasanya, aku benar-benar ingin menyerah. Setiap kali kaki ini melangkah, terasa ada bebannya yang semakin berat. Sepertinya aku sudah tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan ini.

Namun, suami tetap sabar menemaniku. Dengan suara lembut dan penuh pengertian, dia menyemangati aku untuk terus maju. “Gak apa-apa, kita istirahat dulu, pelan-pelan aja. Kita bisa, kok.” Aku sempat merasa malu, karena aku tahu suami sudah jauh lebih berpengalaman dalam hal ini. Tapi justru di situlah aku merasa betapa beruntungnya aku memiliki suami yang begitu sabar dan tidak pernah menyerah padaku.

Setiap kali aku mulai lelah dan ingin menyerah, dia selalu mengingatkanku untuk berhenti sejenak, minum, dan beristirahat. Dia bahkan memberiku kata-kata motivasi yang sederhana, seperti “Yang penting jangan berhenti. Terus maju, sedikit demi sedikit.” Dengan dukungan seperti itu, aku pun mulai bisa melangkah lagi, meski terasa berat.

Akhirnya Sampai di Hutan Mati: Pelajaran dari Perjalanan

Setelah beberapa jam berjalan perlahan, akhirnya kami sampai di tujuan utama—Hutan Mati, kawasan yang terkenal dengan pepohonan yang telah mati dan tersisa hanya batang-batang kayu yang kering. Pemandangannya luar biasa indah, meskipun ada sesuatu yang mistis di sana. Saat itu, aku merasa sangat bersyukur dan lega bisa sampai di sini. Semua rasa lelah dan frustasi yang sempat menghantui selama perjalanan seolah hilang begitu saja, tergantikan oleh perasaan puas dan bangga.

Dari pengalaman mendaki Gunung Papandayan ini, aku belajar banyak hal tentang diriku sendiri. Salah satunya adalah pentingnya kesabaran dan tekad untuk tidak menyerah meskipun di tengah perjalanan kita merasa kesulitan. Terkadang dalam hidup, kita dihadapkan pada banyak tantangan dan rintangan yang membuat kita merasa ingin berhenti. Namun, seringkali yang kita butuhkan hanyalah sedikit waktu untuk beristirahat, dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan semangat yang baru.

Aku juga belajar untuk lebih menghargai proses, bukan hanya tujuan akhir. Terkadang, ketika kita terlalu fokus pada hasil, kita melupakan pentingnya perjalanan itu sendiri. Gunung Papandayan mengajarkan aku untuk menikmati setiap langkah, menghargai setiap napas yang aku ambil, dan merasa bangga dengan setiap pencapaian kecil yang aku raih. Tidak perlu terburu-buru, karena hidup bukan tentang seberapa cepat kita sampai di tujuan, melainkan seberapa banyak yang kita pelajari dan nikmati sepanjang perjalanan.

Kenangan yang Abadi

Setelah perjalanan itu, aku semakin sadar bahwa perjalanan ini bukan hanya soal mendaki gunung atau mencapai puncak, tapi juga soal hubungan yang semakin kuat antara aku dan suami. Kami saling mendukung, saling menguatkan, dan melalui momen-momen sulit bersama. Itu adalah kenangan yang tak bisa dibayar dengan apapun.

Tahun 2024 ini memang penuh dengan perjalanan yang tak terlupakan. Dari road trip yang membawa kami ke tempat-tempat indah, hingga hiking di Gunung Papandayan yang mengajarkan aku untuk terus maju meskipun terasa berat. Semua pengalaman itu, meskipun penuh tantangan, memberikan aku banyak pelajaran hidup yang berharga.

Jadi, jika ada satu pesan yang ingin aku bagikan dari perjalanan ini, itu adalah: jangan takut untuk mencoba hal-hal baru, meskipun kita merasa ragu atau takut gagal. Terkadang, perjalanan yang paling berat justru memberi kita pelajaran hidup yang paling berharga. Jangan pernah menyerah, karena siapa tahu pemandangan indah di ujung perjalanan sudah menanti.

Artikel ini ditulis untuk Campaign Sejenak Selamanya Eiger

About Author

Dian Ravi. Muslimah travel blogger Indonesia. Jakarta. Part time blogger, full time day dreamer. Pink addict, but also love toska. See, even I cannot decide what's my favorite color is.Mau bikin bahagia, cukup ajak jalan dan foto-foto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *