Jalan-Jalan, DKI Jakarta

One Full Day Happy Moments at Jakarta Biennale 2021

bismillahirrahmanirrahim, 

Menjelang akhir tahun 2021, perlahan-lahan aku merasa kondisi sepertinya mulai membaik, seems like normal. Aku pun mulai memberanikan diri untuk pergi main menjadi turis di ibukota lagi. Sumpah, ini tuh rasanya ngangenin banget. Bergelantungan di Trans Jakarta, jalan kaki di trotoar Jakarta, hahahihi bersama teman sambil bikin konten bareng. Ahhhhhhhh rasanya aku ingin berteriak kencang saking bahagianya. Bersyukur banget bisa kembali merasakan ini lagi. Alhamdulillah ya Allah.

Salah satu yang akhirnya aku kunjungi jelang akhir tahun 2021 adalah Jakarta Biennale 2021. Ini merupakan pameran seni rupa yang biasanya diadakan dua tahun sekali. Sejak kapan aku jadi doyan seni rupa? Hei, ini semua karena Tiktok. Efek pandemi, rajin melototin Tiktok, lihat konten-koten berkunjung ke pameran kok asik. Tapi rata-rata yang aku lihat itu di Jogja, makanya pas tahu di Jakarta lagi  ada event serupa ya langsung gasin aja. Cari waktu yang pas buat pergi main sama Amanda plus satu anak sekolah yang lagi libur di rumah.

ESOK: Jakarta Biennale 2021

Setiap event Jakarta Biennale selalu memiliki tema yang berbeda. Di tahun 2021 kemarin (eh masih berlangsung sih sampai awal tahun ini), Jakarta Biennale 2021 mengusung tema ESOK. Tema ini untuk membahas berbagai masalah kehidupan di dunia saat ini, seperti hak asasi manusia, lingkungan, keragaman, kesetaraan gender, polarisasi politik hingga gangguan digital dan dituang dalam bentuk seni rupa kontemporer.

Jakarta Biennale 2021 kali ini diselenggarakan di Museum Nasional, Museum Kebangkitan Nasional (STOVIA), Taman Menteng, dan di beberapa titik jalanan Cikini. Sebenarnya aku ingin mendatangi keseluruhan venue Jakarta Biennale 2021. Tapi karena keterbatasan waktu, dalam satu hari aku hanya sempat mengunjungi Museum Kebangkitan Nasional, Museum Nasional, serta Cikini.

Oh iya, event Jakarta Biennale 2021 ini gratis, kita cuma perlu membayar tiket masuk museum saja. Cukup dengan merogoh kocek Rp 2.000 per orang (dewasa) untuk masuk ke Museum Kebangkitan Nasional, dan Rp 5.000 (dewasa) untuk masuk ke Museum Nasional. Murce banget kan yaaaaaaa? This is why I loved to play at museum.

Karena masih masa pandemi, tentunya jumlah pengunjung dibatasi. Hanya untuk 200 pengunjung setiap sesinya. Makanya ada baiknya kamu daftar online dulu sebelum berangkat. Waktu kemarin aku ke sana sih terbagi dalam dua sesi, jam 10.00-12.00 atau 13.00-15.00. Karena kedua museum ini jaraknya juga enggak terlalu jauh, aku sengaja mendaftar untuk sesi pagi hari di Museum Kebangkitan Nasional, dan siang hari untuk berkunjung ke Museum Nasional.

Transportasi menuju kedua museum ini enggak sulit ternyata. Ini adalah kali pertama aku ke Museum Kebangkitan Nasional. Jujur, udah lama aku mupeng sama bangunan museum ini, tapi karena berada di jalan satu arah, aku kira bakal susah kalau pergi naik kendaraan umum. Ternyata, cukup naik Trans Jakarta ke arah Senen, turun di halte Senen, menyeberang Plaza Atrium, jalan kaki sedikit di jalan Kwini, dan tadaaaaaaa…. Bangungan museum yang tadinya merupakan Gedung STOVIA (School tot  Opleinding van InlandscheArtsten) langsung terlihat.

Sementara untuk ke Museum Nasional yang letaknya di seberang Monas lebih mudah lagi. Tinggal naik Trans Jakarta dan turun langsung di halte Monas. Tinggal menyeberang, dan sampai deh. Kalau ke Museum Nasional sih aku sudah cukup sering, meski setelah renovasi ini adalah kali pertama aku ke sini.

Yang kenal aku dari lama, pasti tahu sih kalau aku paling suka berada di bangunan-bangunan lama. Sama seperti Museum Bahari, baik Museum Nasional maupun Museum Kebangkitan Nasional ini sama-sama sukses menuhin memori smartphone. Cuma, tetep aja ada sudut-sudut yang rasanya creepy di Museum Kebangkitan Nasional ini. Ulasan soal kedua museum aku tulis terpisah someday ya.

One Full Day Happy Moments at Jakarta Biennale 2021

Rasanya udah lama banget aku enggak secapek sekaligus sesenang ini. Bermain satu hari penuh di Jakarta. Apalagi pas di Museum Nasional ada Ale dan Rizki nyusul. Makin rame, makin seru. Main sampai sore.

Berangkat pagi, naik kendaraan umum dari Kampung Melayu, pulang magrib di rumah. Mana sempet ada satu insiden salah komunikasi sama abang bajaj pula.

Jadi, karena kami sudah puas bekeliling di Museum Kebangkitan Nasional sekitar jam 11.00-an, kami memutuskan untuk lanjut ke Cikini dulu. Cari makan sambil bernostalgia dengan Taman Ismail Marzuki yang sekarang masih tahap pembangunan. Karena sempat bingung mau naik apa ke Museum Nasional, kami mutusin naik bajaj aja deh. Eh abang bajajnya salah nangkep dong. Kami diturunin di Galeri Nasional, bukan Museum Nasional, dan menolak mengantarkan kami ke tempat yang kami minta. Hicks… Akhirnya kami jalan kaki.

Kesel sih sebenarnya. Tapi sekarang, dua minggu berlalu, capeknya sudah hilang, rasanya jadi pengen ketawa sendiri. Ya begitulah hidup, kadang suka ada aja momen-momen membangongkan, tapi jadi kenangan tersendiri suatu saat nanti. At the end of the day, I felt happy. Enggak sia-sia dandan kece pakai gingham dress warna pink plus vest broken white.

Mumpung event Jakarta Biennale 2021ini berlangsung sampai 21 Januari 2022, kuyyyy pada sempatin berkunjung deh. Ini kan event 2 tahun sekali, malah ini baru kembali hadir setelah 4 tahun tertunda. Biar enggak repot, jangan lupa registrasi online dulu di sini ya: https://jakartabiennale.id/visitor-registration/

x.o.x.o

travel galau

About Author

Dian Ravi. Muslimah travel blogger Indonesia. Jakarta. Part time blogger, full time day dreamer. Pink addict, but also love toska. See, even I cannot decide what's my favorite color is.Mau bikin bahagia, cukup ajak jalan dan foto-foto.

(7) Comments

  1. Mbaaa, gingham dress nya kece beudss, cucok buat mba Dian ihhh.
    Btw, museum Nasional ini museum Gajah kan ya?
    Aku bolak/i ke JKT tapi blm ada kesempatan buat main2 ke museum2 yg mba Dian sebutkan, hikss….
    moga2 setelah corona omicron dll ini hengkang, aku sekeluarga bs cuss main ke Jkt lagiii, dan moga2 ada Biennale atau pameran kece lainnya jugaaaa

  2. Senang Mbak akhirnya pameran dibuka dan museum bisa diakses untuk publik. Tema yang diangkat memang masih sangat relevan sampe sekarang: HAM, kesetaraan gender, dan terutama lingkungan yang makin hari makin menegaskan pengelolaan yg salah akibat manusia yang serakah. Pameran seni seperti ini bisa jadi pengingat biar manusia jeda sejenak dari kesibukan utuk menyadari siapa dia di Bumi, apalagi biaya tiketnya murce pisan, cuma 2000 dan 5.000 uwow. Terakhir ke Munas 2016 pas ikut acara GoodReads Indonesia. 🙂

  3. Hanya bisa mengagumi dari jauh karena tidak tinggal di Jakarta. Itu yang hiasan bunga warna warni terbuat dari flanel kah?

    1. itu rajutan

  4. Mba serius nanya ini bacanya gimana sih yg biennale? Dibaca binal gitu ya? Wkwkwk maafkan atas pemikiranku. Tp asli sih aku pun kangen loh jalan seharian tanpa khawatir di jkt. Kangen jkt

  5. Pameran seni rupa? Hmm kalau aku yg hadir di sini mungkin agak aneh juga karena aku sama sekali nggak nyeni. Tapi baca ceritanya Mbak Dian kok ternyata pamerannya menarik ya, jadi pengen juga.

  6. Mau komen, bajunya cantik banget, teteh..
    Sebenarnya lokasi museum Jakarta itu ada di pusat kota semua yaa.. Yang semua orang mudah untuk mengaksesnya. Dan menghadiri Jakarta Biennale 2021 serta menuliskannya, bisa menjadi daya tarik bagi penyuka seni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *