bismillahirrahmanirrahim,
Let’s throw back my memories to 2014. Ketika kali pertama akhirnya gue mewujudkan salah satu destinasi impian gue, Lasem, Tiongkok Kecil di Utara Jawa. Sebuah perjalanan yang enggak pernah gue sangka sebelumnya, kalau ternyata kota kecil ini bakal membuat gue ketagihan.
Yuk, Kita ke Lasem

Waktu memutuskan untuk berkunjung ke kota Lasem, jujur gue enggak benar-benar bisa membayangkan apa yang akan gue temui di kota kecil yang masih belum banyak diketahui orang ini. Yang gue tahu dari Lasem hanya apa yang disuguhkan oleh Mas Pop lewat cuitannya di Twitter @LasemHeritage (sayang, sekarang akunnya sudah enggak aktif, tapi IG-nya masih), sebuah kota kecil yang nampaknya kental dengan suasana pecinan tempo dulu.
Beberapa kali gue mendengar pertanyaan: Lasem itu dimana? Di Lasem ada apa saja? Bahkan Mas Metra, teman perjalanan gue saat itu bolak-balik menanyakan hal yang sama: “Kamu yakin kita bakal sampai di Lasem? Enggak nyasar nih kita?” Dalam hati gue pun cuma bisa berdoa semoga aja gue enggak nyasar.
Lasem, kota yang masuk Kabupaten Rembang ini terletak di jalur pantura. Makanya gue memutuskan untuk naik bus jurusan Jakarta – Surabaya. Gue yakin sih bus ini akan melewati Lasem. Masalahnya, gue juga enggak tahu persis dimana gue harus minta turun dari bus. Ya paling apes-nya kalau telat turun ya kami akan berwisata ke Surabaya, alih-alih Lasem.
Tapi untuk mengatisipasi batal bertualang di Lasem, gue minta tolong ke kondektur agar kami bisa turun di Lasem. Ketika ditanya dimananya, gue cuma bengong dong. Akhirnya, gue pun minta turun di Masjid Jami’. Bukan karena gue tahu dimana persisnya masjid itu, tapi biar ada tempat pasti untuk turun aja dulu. Daripada bablas ke Surabaya kan ya.
Ngapain aja di Lasem

Cuma beberapa hal yang gue tahu tentang Lasem. Yang pertama, di kota ini terdapat beberapa lokasi syuting film Ca-Bau-Kan, film kesukaan gue. Yang kedua, di kota ini ada Mas Pop, guide yang gue kenal dari media sosial @LasemHeritage. Tapi karena kegalauan gue untuk benar-benar bisa sampai di sini, gue baru menghubungi Mas Pop saat bus berangkat. Dan karena ternyata Mas Pop sedang ada acara di Rembang di hari gue tiba, jadi gue baru bisa jalan-jalan di hari kedua.

Hari pertama gue dan Mas Metra menghabiskan dengan beristirahat mengusir lelah sambil jalan-jalan santai tak tentu arah. Belum-belum gue langsung merasa jatuh cinta dengan kota kecil ini. Rumah-rumah tua khas Tiongkok masih berdiri kokoh, berjejer rapi dalam sebuah gang. Pintunya besar berwarna terang seakan memanggil gue untuk bercerita tentang kisah mereka.
Hari kedua Mas Pop sudah siap dari jam 7 pagi. Demi menghemat tenaga dan waktu, kami menyewa motor. Gue cuma punya satu hari ini saja untuk mengeksplor sudut kota ini. Beruntung banget masih bisa ditemani Mas Pop, karena tanpa dia, rasanya petualangan gue enggak akan seseru ini.
Tempat pertama yang gue kunjungi adalah Klenteng Cu An Kiong. Klenteng tertua di Lasem, dipugar pada tahun 1838. Klenteng ini terletak di desa Soditan, tak jauh dari tepi sungai. Di desa inilah awalnya masyarakat Tionghoa mulai menetap di Lasem.

Kemudian gue mengunjungi Vihara Karunia Dharma yang terletak di belakang Cu An Kiong. The Abandon Vihara, begitu mas Pop menyebutnya. Karena disini cuma ada Tante Widi dan keluarganya yang setia mengabdi menjaga vihara ini. Vihara ini sudah jarang digunakan sebagai tempat ibadah, alih-alih kini lebih digunakan sebagai tempat lokasi syuting. Sama seperti Cu An Kiong, vihara ini pun sempat menjadi salah satu lokasi film Ca-Bau-Kan, dan tante Widi menjadi salah satu peran pembantunya.

Cerita tentang Lasem tak bisa dipisahkan dari batik. Batik Lasem punya sejarah sendiri dalam budaya Indonesia. Batik tulis tiga negeri yang tersohor itu salah satunya. Batik tulis tiga negeri adalah kain batik yang dibuat dari 3 wilayah yang berbeda, yaitu warna soga dari Solo, biru dari Pekalongan, dan merah dari Lasem. Warna merah pada batik Lasem menjadi ciri khas, hal ini konon katanya karena kandungan mineral pada air di daerah Lasem. Gue mendengarkan kisah ini dari Pak Sigit, seorang pengusaha batik Tionghoa yang jadi sesepuh di Lasem. Pak Sigit ini merupakan salah pemilik rumah-rumah tua yang sebelumnya gue lihat. Lagi-lagi gue bertemu dengan pemeran pembantu di film Ca-Bau-Kan. Karena rupanya pak Sigit ini ikut berperan di film itu. Lewat cerita Pak Sigit dan Mas Pop gue jadi tahu. Rumah-rumah tua yang gue lihat di desa Babagan dan Karangturi itu sebagian besar dulunya adalah rumah tinggal sekaligus rumah batik. Hanya saja sekarang sudah jarang pembatik di Lasem. “Ngga’ ada anak muda yang mau melanjutkan usaha batik,” jelas pak Sigit.

Selain rumah Pak Sigit, gue pun mengunjungi Batik Bu Sutra. Kedua rumah ini serupa. Rumah tua khas Tionghoa. Dimana ujung atap melengkung seperti yang biasa terlihat di atap klenteng. Rumah-rumah ini seperti pendopo, dimana bagian depan adalah ruangan untuk menerima tamu, dan tempat batik ada di bagian belakang.
Selain ke rumah batik, Mas Pop juga mengajak saya bertamu ke rumah lainnya. Rumah Oma Opa, begitu mas Pop menyebutnya. Yang dimaksud Oma Opa disini sebenarnya adalah saudara sepupu yang sama-sama sudah lanjut usia, bukan suami istri. Lagi-lagi ini adalah rumah tua bergaya Tionghoa.

Rumah tua, klenteng-klenteng, vihara, batik, pabrik tegel tua, dan pantai bukan semata-mata daya tarik dari Lasem. Lasem juga memiliki kisah tentang toleransi dan perjuangan. Lasem adalah kota tua yang tak sepantasnya dilupakan.
Sayang waktu berlibur sudah usai. Saatnya kembali ke ibukota. Harapan gue bukan hanya bisa kembali ke kota ini, tapi juga agar suatu saat nanti akan semakin banyak orang mengenal Lasem, agar Lasem tak menjadi kota yang terlupakan.
x.o.x.o


Dian Ravi. Muslimah travel blogger Indonesia. Jakarta. Part time blogger, full time day dreamer. Pink addict, but also love toska. See, even I cannot decide what’s my favorite color is.Mau bikin bahagia, cukup ajak jalan dan foto-foto.
cita cita ke Lasem belum kesampaian nih mbak, pengen pake banget pokoknya
suasananya tenang bangettttt
[…] gue tulis sebelumnya di blog DianRavi.com Gue tulis ulang di sini agar seluruh perjalanan menikmati wisata Lasem bisa terarsip di Travel Galau dengan […]